PENGAMBIL
KEBIJAKAN DI DESA SERING TAK KONSISTEN, PEMBANGUNAN JADI KORBAN
Jajaran pemerintahan desa selama
ini kebanyakan tidak konsisten dan memegang komitmen sehingga proses
pembangunan di wilayah tersebut tidak terukur. Prioritas program yang telah
dirembuk oleh warga melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang),
akhirnya kalah dengan aspirasi melalui SMS ke ponsel anggota DPRD. Akibatnya
pemeo siapa dekat dengan anggota Dewan maka akan memperoleh proyek pembangunan
sudah menjadi kewajaran.
Pernyataan itu mengemuka dalam acara seminar pembangunan yang digagas PNPM Mandiri Perdesaan Ngadirojo di Balaidesa Kerjo Lor, Ngadirojo, Selasa (29/11/2011). Pembicara pada kegiatan itu di antaranya Drs Sigit Purwanto, MPd, Kabid Penanggulangan Kemiskinan Bapermas Wonogiri; Ketua Komisi D DPRD Wonogiri, Martanto SH dan Heru Utomo SH; Kasubbid Bina Program dan Monev Bappeda Wonogiri dan Fasilitator Integrasi, Wonogiri, Loegtyatmadji Tjahjo N ST MSi.
“Selama ini, prioritas program tidak terdokumentasi secara tertib.
Alhasil, pembangunan di desa tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat,”
ujar Martanto. Menurut warga Jatiroto yang telah tiga periode menjadi
anggota DPRD Wonogiri, salah satu faktor ketidaksesuaikan program
pembangunan tersebut adalah tidak konsisten dan komitmennya pengambil
kebijakan.
Dia menilai, dominasi elite desa lebih menonjol daripada aspirasi
masyarakat. “Ego pribadi muncul saat kepala desa atau elit desa
menyerahkan proposal kepada anggota Dewan. Kami sering menjumpai
proposal dari elite desa tidak sesuai dengan dokumen
Musrenbangdesa/kelurahan. Jika hal itu terjadi, siapa yang disalahkan,”
katanya. Anggota FPDIP itu berharap, dokumen tertulis Musrenbangdes/kelurahan
lebih tertib. “Yang utama adalah komitmen dan konsistensi pengambil
kebijakan. Kami sebagai anggota Dewan akan berpikir secara politis namun
jika ajuan sesuai dokumen tertulis maka tidak bisa direkayasa.”
Pembicara lain, Heru Utomo menyatakan, Musrenbang dari tingkat desa
hingga kabupaten diharapkan bukan menjadi kegiatan rutinitas yang tak
bermakna. Namun menjadi sarana menyatukan visi dan misi pembangunan
suatu daerah. “Jangan ada lagi pomeo datang (Musrenbang) malas, pulang
menangis namun diubah menjadi datang senyum pulang gembira. Caranya
sesuaikan program pembangunan dengan keuangan yang ada. Buatlah
prioritas program sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.”
Pembicara dari Bappeda Wonogiri itu mengatakan, APBD 2012 Wonogiri
senilai Rp 1,5 triliun karena ada kenaikan DAU senilai Rp 146 miliar.
“Dari besaran anggaran itu, senilai Rp 800 miliar untuk belanja pegawai.
Jadi proposal hasil Musrenbangdes/kel hendaknya tidak hanya copy paste namun disesuaikan dan dikirim ke Bappeda dan SKPD terkait.”
Sementara itu, Fasilitator Integrasi, Wonogiri, Loegtyatmadji Tjahjo N, ST, MSi mengibaratkan, kegagalan pembangunan di tingkat desa karena tidak adanya tujuan. “Harus ada tujuan agar pembangunan bisa dilaksanakan,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk saran bahkan cacian...