Sabtu, 27 Agustus 2011

PADHANG NGAREP PADHANG MBURI, MULYA PRASAJA DESANE (PNPM MPd)


Saya percaya bahwa dalam sebuah gerakan tidak ada jalan buntu. Apabila pemberdayaan masyarakat kita maknai sebagai sebuah gerakan, maka kita percaya bahwa dalam pemberdayaan masyarakat tidak ada jalan buntu. Dibutuhkan kreativitas untuk meretas jalan baru, sehingga masyarakat dampingan tidak menjadi kaku, melainkan terus berkembang ke arah yang lebih baik.
Awal 2011, saya berganti lokasi tugas, dengan tetap menjalankan peran sebagai fasilitator pemberdayaan. Setelah dua tahun di kecamatan Paranggupito, kini saya berpindah – masih di Wonogiri – di kecamatan Ngadirojo. Banyak pengalaman baru, pengalaman yang baik, yang menurut saya bisa di-share-kan dan didiskusikan dengan kawan – kawan fasilitator lain.
Kegagapan Intelektual
Seringkali dalam pelaksanaan sebuah program, banyak ditemui kendala komunikasi antar pelaksana, dalam hal ini pendamping/ birokrasi dengan kelompok sasaran program (masyarakat). Bahasa program biasanya dilatarbelakangi oleh teori – teori pembangunan yang ngawang – ngawang dan kurang membumi. Hal ini bisa dipahami ketika budaya kampus dan intelektual semakin jauh dari kondisi riil masyarakat. Sehingga ketika teori – teori tersebut dipraksiskan, muncul kegagapan dari pelaku program dalam menerjemahkan esensi/ inti dari program tersebut.
Demikian pula dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, atau PNPM MPd. Program yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai metodenya, dan fasilitator sebagai salah satu kunci program, yang berperan sebagai pendamping masyarakat perdesaan. Terkadang dalam menerjemahkan program, secara tidak sadar fasilitator merasa ‘lebih’ dibanding masyarakat dampingannya. Sehingga penggunaan metode dan bahasa dalam berkomunikasi – bukannya memperjelas – seringkali menimbulkan kebingungan bagi masyarakat perdesaan.
Transparansi sebagai Brand Image
Telah kita pahami bersama, terdapat beberapa prinsip, yaitu sesuatu yang harus ada dan menjadi roh, dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan. Salah satunya yang paling mendasar bagi saya adalah prinsip transparansi dan akuntabilitas. Transparansi menjadi penting ketika kita dihadapkan pada sebuah era keterbukaan yang semu, keterbukaan yang ditutup – tutupi, keterbukaan yang direkayasa. Keterbukaan informasi melalui pers, baik televisi maupun suratkabar, dan kemudahan akses bagi kita untuk menjangkaunya ternyata tidak cukup membuat kita menjadi mengetahui kejadian sebenarnya. Perlahan namun pasti, menjadi paradoks.
Ditengah – tengah keterbukaan yang semu tersebut, PNPM Mandiri Perdesaan muncul sebagai alternatif baru dalam pembangunan masyarakat perdesaan. Transparansi diterapkan melalui sistem yang terbuka, dimana semua pihak terlibat dalam pelaksanaannya, mulai dari perencanaan hingga pelestariannya. Faktor inilah yang kemudian menjadi unsur pembeda dari program pemerintah sebelum dan atau sesudahnya, dimana masyarakat kesulitan dalam mendapatkan akses informasi berkaitan dengan rangkaian tahapan program tersebut. Entah karena sistemnya yang memang tertutup atau ada alasan – alasan lain yang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan.
Singkatan Baru Pemaknaan Baru
Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan Ngadirojo mempunyai pemaknaan baru bagi PNPM Mandiri Perdesaan, atau PNPM MPd. Pemaknaan atau singkatan baru tersebut adalah Padhang Ngarep Padhang Mburi Mulya Prasaja desane. Kurang lebih bermakna bahwa transparansi dan keterbukaan akan berdampak pada kemuliaan dan keterbukaan di tingkat desa. Berdasar pengalaman kami, sosialisasi program dengan cara seperti ini lebih efektif. Dari camat hingga anggota kelompok mampu memahami esensi program, dengan cara yang lebih sederhana dan mengena. Hal ini kemudian menjadi brand image yang baru, pemaknaan terhadap sebuah merek yang baru. PNPM Mandiri Perdesaan kemudian dimaknai sebagai sebuah sistem yang memperjuangkan budaya keterbukaan, yang akan membawa kemuliaan bagi masyarakat desa.
Konsistensi atau Mati
Metode sosialisasi yang sederhana tentunya akan menjadi sia – sia apabila tidak diimbangi dengan konsistensi penerjemahan esensi program tersebut. Brand image, akan menjadi sia – sia ketika tidak ada konsistensi dalam pelaksanaannya. Sama halnya dengan politik pencitraan yang dilakukan oleh SBY. Sebagus apapun pencitraan sebuah program akan menjadi sia – sia ketika tidak ada konsistensi dalam pelaksanaannya. Sehingga, sekali lagi, sosialisasi sebuah program – apapun metodenya – harus ditunjang dengan konsistensi dari pelaksanaan program tersebut.
Apabila tidak konsisten, maka masyarakatpun telah siap membuat pemaknaan baru terhadap program tersebut. Meskipun (mungkin) terkesan minor, namun tentunya pemaknaan baru tersebut tidak muncul begitu saja. ND (Neighbourhood Development), bagian dari PNPM Mandiri Perkotaan, dengan cerdas dimaknai menjadi Nata Desa. Namun bila tidak konsisten bisa menjadi Nengdi Dhuite (kemana uangnya).
Contoh lain, untuk program pemerintah di era orde baru, Koperasi Unit Desa, karena tidak adanya transparansi dan peningkatan kesejahteraan secara signifikan bagi anggota KUD, maka pemaknaannya menjadi Ketua Untung Dulu. Atau program lain, KUT atau Kredit Usaha Tani. Karena kesalahan sasaran dalam pemberian kredit, maka sebagian besar dananya tidak kembali. Dan KUT menjadi Kemana Uangnya Tidak tau.
Lembaga di desa juga demikian. BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang seharusnya mampu menjadi penyeimbang kekuasaan bagi kepala desa seringkali tidak mampu berbuat banyak. Sehingga kini menjadi Balane Pala Desa (Temannya Kepala Desa). LKMD (kini LPM) juga demikian. Karena tidak jelas arah dan tujuannya, menjadi Lungguh Kursi Mudhun Dhuite (Duduk di kursi saja /menghadiri rapat bisa dapat uang)
Tak ketinggalan juga untuk PPK (Program Pengembangan Kecamatan), cikal bakal PNPM Mandiri Perdesaan, saat itu dimaknai sebagai Proyek Paling Kesuwen (Proyek Paling Lama), mengingat begitu banyaknya tahapan yang harus dilalui. Demikian juga saat menjadi PNPM MPd yang tetap mengadosi tahapan yang ada di PPK, tanpa adanya pengembangan (baca: kreatifitas dari pelakunya), kemudian diberi pemaknaan baru, Program Nasional Penuh Musyawarah Marai Pecasndahe. Ada lagi, dari kawan perangkat desa di Manisrenggo Klaten, yang memaknai BKAD sebagai Badan Kerjasama Amplop dan Duit.
Akhir Kata
Tentunya kita tidak ingin PNPM Mandiri Perdesaan, program yang mulia tujuannya ini berakhir tragis seperti program – program lain. Konsistensi kita sebagai fasilitator terhadap prinsip – prinsip dasar serta tujuan program, dan kreativitas kita dalam menerjemahkannya kepada masyarakat perdesaan menjadi salah satu prasyarat dari keberhasilan program ini. Semua kembali ke kita masing – masing. Tergantung pada sejauh mana kita memaknai program ini. Setiap kita mempunyai cara pandang yang berbeda. Asal positif, perbedaan cara pandang ini akan memperkaya program ini sendiri. Mari yakini bersama, bahwa tidak ada jalan buntu dalam pemberdayaan masyarakat.
Sekali lagi semuanya tergantung pada latar belakang dan cara pandang kita terhadap program ini. Seperti saya yang memaknai PNPM MP sebagai Perlahan Namun Pasti Mulai Membasiskan Pancasila.
Nuwun, Merdeka!!

REFORMA AGRARIA DALAM SAJAK WIJI THUKUL

Dalam pergerakan, sering kali sajak tidak hanya menjadi alat pencatat sejarah gerakan, melainkan juga sebagai bahan bakar (pembakar semangat), dan juga penerjemahan ide. Sehubungan dengan ide, atau ideologi, ditemukan dalam sajak Wiji Thukul yang berhubungan dengan ide reforma agraria (land reform). Beberapa kutipannya adalah; tanah mestinya di bagi-bagi (Tanah), kami rumput butuh tanah (Nyanyian Akar Rumput). Menurut saya ini luar biasa.

Tahun 1960, semasa kepemimpinan Bung Karno, Indonesia telah berhasil merumuskan sebuah Undang- undang yang luar biasa berkaitan dengan Reforma Agraria, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan UUPA 1960. Penetapan UUPA dapat dipandang sebagai tonggak sejarah paling penting dalam sejarah agraria di Indonesia. (www.kpa.or.id)

Dilihat dari sudut pandang Pancasila sebagai dasar negara (ingat lagu Garuda Pancasila? – Pancasila Dasar Negara...), UUPA 1960 merupakan salah satu produk hukum yang benar – benar dijiwai oleh roh Pancasila. Penjelasan sederhananya adalah; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dapat terwujud apabila adanya keadilan dalam hal kepemilikan tanah. Hal ini juga sejalan dengan visi negara agraris dan keberpihakan negara kepada kaum tani.

Ide yang sangat radikal. Ditetapkan oleh Soekarno, dengan persetujuan DPRGR, saat itu ide ini didukung dan diterjemahkan di lapangan oleh kader Partai Komunis Indonesia dan Partai Nasional Indonesia sebagai barisan pendukung Soekarno. Banyak pihak yang merasa dirugikan. Terutama para tuan tanah, dimana di sebagian besar wilayah jawa, tanah dikuasai oleh kaum ningrat, borjuis dan kyai.

Maka tidak heran – hingga kini – apabila ada penyeru dan aktivis gerakan yang meneriakkan ide reforma agraria, maka disitu pula muncul aroma radikal, kiri, bahkan komunisme. Apalagi bagi orde baru, yang mengidap ‘kiriphobia’.

Wiji Thukul adalah salah satu penyeru ide Reforma Agraria. Menjadi logis ketika dia hilang semasa orde baru. Berikut beberapa sajaknya.


Tanah

tanah mestinya di bagi-bagi

jika cuma segelintir orang

yang menguasai

bagaimana hari esok kamu tani

tanah mestinya ditanami

sebab hidup tidak hanya hari ini

jika sawah diratakan

rimbun semak pohon dirubuhkan

apa yang kita harap

dari cerobong asap besi

hari ini aku mimpi buruk lagi

seekor burung kecil menanti induknya

di dalam sarangnya yang gemeretak

dimakan sapi.

1989-solo


Nyanyian Akar Rumput

jalan raya dilebarkan

kami terusir

mendirikan kampung

digusur

kami pindah-pindah

menempel di tembok-tembok

dicabut

terbuang

kami rumput

butuh tanah

dengar!

Ayo gabung ke kami

Biar jadi mimpi buruk presiden!

juli 1988

KETERLAMBATAN PENCAIRAN DDUB (SRAGEN DUA TAHUN YANG LALU)

Sekitar dua tahun yang lalu, di akhir 2009, saya diminta Faskab PNPM MP Kabupaten Sragen untuk merumuskan bersama beberapa poin pemikiran untuk kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan, berkaitan dengan keterlambatan pencairan cost sharing / APBD yang dialokasikan untuk PNPM Mandiri Perdesaan. Tulisan ini sempat beredar di beberapa pemegang kebijakan di kabupaten Sragen saat itu.
Saat ini, dua tahun kemudian, tulisan tersebut masih relevan untuk diperbincangkan, mengingat masih ada sedikit keterlambatan turunnya cost sharing (kini DDUB) baik di kabupaten Sragen maupun kabupaten lainnya. Untuk itu, dengan seijin bapak Wursito Larso, tulisan ini saya posting disini. Semoga bermanfaat.
MENDORONG APBD PRO RAKYAT MELALUI
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN**
Poin – Poin Pemikiran
1. PNPM MPd merupakan keberlanjutan dari program – program sebelumnya, yang diawali oleh sebuah pilot project bernama KDF ( Kecamatan Development Fund ). Pilot project ini dilaksanakan pada tahun 1997, semasa pemerintahan Soeharto, di 3 ( tiga ) kabupaten yang tersebar di 3 ( tiga ) propinsi, yaitu Belu ( NTT ), Sukoharjo ( Jateng ) dan Solok ( Sumbar ). Karena dianggap berhasil, maka mulai tahun 1998, pasca reformasi, program ini disebarluaskan dipelbagai tempat di Indonesia dengan nama Program Pengembangan Kecamatan ( PPK ). Pada awalnya program ini ditangani oleh Bappenas, barulah kemudian beralih ke Dirjen PMD, dibawah Departemen Dalam Negeri.
2. PNPM MPd sebagai program pemberdayaan menganut sistem perencanaan dari bawah ( bottom up planning ). Sistem perencanaan ini sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, karena sudah ada sejak orde baru, meskipun saat itu yang ada hanyalah kata tanpa makna, dalam pelaksanaan di lapangan jauh dari yang seharusnya. Semasa orde baru implementasinya tetap dari atas ( top down ), sehingga muncul pernyataan bottom up menjadi mboten up.
3. Dalam pelaksanaannya PNPM MPd dilengkapi dengan perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak berupa aturan – aturan fleksibel, sebagai ciri program pemberdayaan masyarakat. Sedangkan perangkat keras berupa penyediaan tenaga fasilitator dan atau konsultan dari tingkat pusat hingga kecamatan sebagai pihak ketiga, dimana masyarakat sebagai pihak pertama dan birokrasi sebagai pihak kedua. Tanpa menafikan peran birokrasi, peran pihak ketiga adalah menjaga berjalannya tahapan program ini sesuai dengan prinsip dan aturan yang ada.
4. Tahapan program ini setidaknya meliputi 15 tahap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pelestarian, dimana setiap tahapannya selalu melibatkan masyarakat. Sesuai dengan prinsip pemberdayaan masyarakat, orientasi program tidak hanya pada hasil, melainkan lebih dari itu, yaitu pada proses dan hasil. Dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka peran dan fungsi fasilitator serta konsultan bukanlah sebagai pelaksana program, sebab pelaksana program tetaplah masyarakat.
5. Peran birokrasi adalah sebagai penanggungjawab sekaligus pengelola program secara makro, berkaitan dengan pendanaan BLM, fasilitasi serta pengawasan penggunaannya.
6. Harapannya di tingkat masyarakat ( dan juga birokrasi ) terjadi perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan program berbasiskan pemberdayaan ini. Dengan adanya perubahan ini diharapkan masyarakat dan birokrasi menjadi lebih berdaya dan menumbuhkan keberpihakan pada Rumah Tangga Miskin ( RTM ). Mengingat tujuan dari PNPM Mandiri Perdesaan adalah menurunkan angka kemiskinan dan angka pengangguran.
7. Sejak tahun 2006, komposisi Bantuan Langsung Masyarakat PNPM MPd tidak lagi sepenuhnya berasal dari APBN. Untuk Jawa Tengah komposisinya adalah 80% dari APBN dan 20% dari APBD. Kesepakatan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat berkaitan dengan komposisi pendanaan ini dituangkan dalam Nota Kesepahaman sebelum program dimulai. Nota kesepahaman ini di kabupaten ditanda tangani oleh Bupati dan Ketua DPRD di bawah lambang burung Garuda Pancasila. Komposisinya bagi Jawa Tengah 20% dari APBD biasa disebut sebagai cost sharing atau dana pendamping.
8. Penyediaan dana pendamping seharusnya tidak menjadi beban bagi daerah, mengingat besarnya manfaat program bagi masyarakat di daerah tersebut. Dengan adanya Nota Kesepahaman ini berarti pemerintah daerah terikat pada sebuah janji untuk menyediakan dana pendamping sebesar 20%. Selain itu dengan penyediaan dana pendamping melalui APBD dapat menjadi tolok ukur keberpihakan suatu daerah terhadap rakyat ( APBD pro rakyat ).
9. Berdasarkan surat dari Dirjen PMD nomor 414.2/3385/PMD perihal Tambahan Petunjuk Pencairan BLM PNPM-MP T.A. 2009, muncul kebijakan baru berkaitan proses pencairan dana BLM dimana dana pendamping dapat dicairkan pada tahap kedua, setelah pencairan tahap pertama sebesar 40% dari APBN. Terlepas dari adanya kebijakan baru ini, dana pendamping tetap harus disediakan pada tahun anggaran yang bersangkutan.
10. Pelaksanaan tahapan PNPM MPd di Kabupaten Sragen telah sampai pada tahap pelaksanaan, dimana proses pencairan dana BLM perlu segera dilakukan. Sehingga apa yang telah direncanakan secara partisipatif dapat terwujud, mengingat besarnya harapan dari masyarakat akan kelancaran tahapan program ini.
11. Hingga saat ini belum ada kejelasan dan pernyataan resmi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen berkaitan dengan alokasi dana pendamping BLM PNPM MD T.A. 2009. Meskipun, sekali lagi, kesepakatan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat berkaitan dengan komposisi pendanaan ini telah dituangkan dalam Nota Kesepahaman sebelum program dimulai.
12. Sesuai dengan tugas dan peran masing – masing pihak, maka dalam hal ini masyarakat, birokrasi dan fasilitator hendaknya dapat saling bersinergi demi kelancaran program. Mengingat tujuan mulia dari PNPM MPd yaitu untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
** dirumuskan oleh : Wursito Larso, Fasilitator Kabupaten PNPM Mandiri Perdesaan Kab.Sragen

Rabu, 24 Agustus 2011

APA KABAR ANYAMAN PANDAN? - KENANGAN DARI PARANGGUPITO (3)



WONOGIRI (TERNYATA) PUNYA PANDAN LAUT
Bagi kebanyakan orang di wilayah Solo dan sekitarnya, seringkali ketika harus melancong ke pantai, pilihannya selalu jatuh pada pantai di wilayah Yogyakarta atau bahkan Pacitan. Seringkali terlupakan bahwa di kabupaten Wonogiri terdapat sejumlah pantai yang tak kalah indahnya. Berderet dari timur, dari Pantai Nampu, hingga ke barat di Pantai Sembukan, dan masuk dalam wilayah kecamatan Paranggupito, kecamatan paling selatan di Kabupaten Wonogiri.
Sepanjang pantai di kecamatan Paranggupito ditumbuhi oleh pandan laut (pandanus odorastissimus). Di daerah lain, seperti Yogyakarta dan Bali, pandan laut dapat diolah menjadi bermacam barang kerajinan, antara lain tas, sandal, topi dan aneka kerajinan lainnya. Ironisnya, selama ini pandan laut di wilayah pesisir selatan Wonogiri hanya dijual dalam bentuk bahan mentah ke daerah lain, seperti di Krakal, Yogyakarta untuk kemudian diolah di Kebumen dan Solo.
KINI MUNCUL HARAPAN BARU
Menyadari adanya potensi yang luar biasa, masyarakat desa Gunturharjo, sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Paranggupito kemudian mengusulkan adanya pelatihan keterampilan anyaman daun pandan laut melalui forum musyawarah desa. Gayung pun bersambut, melalui PNPM Mandiri Perdesaan dan bekerjasama dengan SKB Wonogiri, terwujudlah pelatihan tersebut.
Pelatihan ini merupakan sebuah awal, yang tentunya akan terus berkembang melalui dukungan semua pihak, dengan harapan dapat memunculkan produk unggulan baru bagi Kabupaten Wonogiri, menunjang sektor pariwisata, memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan pada akhirnya mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.
Beberapa hasil pelatihan anyaman telah ikut dipamerkan dalam beberapa kesempatan. Mulai dari sandal, tas, tempat gula jawa dan topi pantai. Beberapa masukan dari untuk perbaikan kualitas produk didapat dari banyak pihak pada saat pameran tersebut, termasuk dari mas Danar, Bupati Wonogiri.
JANGAN BERHENTI DI SINI
Satu tahun telah berlalu. Bagaimana kelanjutan dari harapan yang dulu? Banyak hal telah kita rintis bersama, tapi ini belum cukup. Mari bersama wujudkan mimpi – mimpi kita. Sekali lagi, pelatihan ini merupakan sebuah awal, yang tentunya akan terus berkembang melalui dukungan semua pihak, dengan harapan dapat memunculkan produk unggulan baru bagi Kabupaten Wonogiri, menunjang sektor pariwisata, memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan pada akhirnya mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera. Semoga.

SOLO DALAM SAJAK WIJI THUKUL




Saat masih mahasiswa, dimana suasana gerakan menggelora dan sastra menjadi bumbunya, saya pernah punya buku kumpulan sajak Wiji Thukul berjudul ‘Aku Ingin Jadi Peluru’. Dan karena sifat sosial saya yang berlebihan (halah..) dalam proses pinjam meminjam, kini buku tersebut hilang entah kemana.

Wiji Thukul menjadi inspirasi bagi saya. Bukunya (dulu) sering saya bawa kemana-mana. Baik diskusi dengan kawan gerakan, beli makan, bahkan saat pacaran. Tidak lain karena Wiji berasal dari Solo - kota dimana saya dibesarkan – dan seorang penyeru, aktivis gerakan. Hilang pula. Lengkaplah sudah.

Melalui metode copas, berikut beberapa sajak Wiji yang berbau ‘Solo’.


Jalan Slamet Riyadi Solo

dulu kanan dan kiri jalan ini

pohon-pohon asam besar melulu

saban lebaran dengan teman sekampung

jalan berombongan

ke taman sriwedari nonton gajah

banyak yang berubah kini

ada holland bakery

ada diskotik ada taksi

gajahnya juga sudah dipindah

loteng-loteng arsitektur cina

kepangkas jadi gedung tegak lurus

hanya kereta api itu

masih hitam legam

dan terus mengerang

memberi peringatan pak-pak becak

yang nekat potong jalan

"hei hati hati

cepat menepi ada polisi

banmu digembos lagi nanti!"

solo, mei-juni 1991


Pasar Malam Sriwedari

beli karcis di loket

pengemis tua muda anak-anak

mengulurkan tangan

masuk arena corong-corong berteriak

udara terang benderang tapi sesak

di stand perusahaan rokok besar

perempuan montok menawarkan dagangannya

di stand jamu tradisionil

kere-kere di depan video berjongkok

nonton silat mandarin

di dalam gedung wayang wong

penonton lima belas orang

ada pedagang kaki lima

yang liar tak berizin

setiap saat bisa diusir keamanan.

solo, 28 mei 86


Sajak Kota

kota macam apa yang kita bangun

mimpi siapa yang ditanam

di benak rakyat

siapa yang merencanakan

lampu-lampu menyibak

jalan raya dilicinkan

di aspal oleh uang rakyat

motor-motor mulus meluncur

merek-merek iklan

di atap gedung

menyala

berjejer-jejer

toko roti

toko sepatu

berjejer-jejer

salon-salon kecantikan

siapa merencanakan nasib rakyat?

Pemandangan

aku pangling betul

pada ini jalan jendral Sudirman

balaikota makin berubah

sampai Slamet Riyadi-Gladag

reklame rokok berkibar-kibar

spanduk show band

pameran rumah murah

(tapi harganya jutaan!)

kehingaran jalan raya

menyolok mata

Jendral Sudirman

dihiasi slogan-slogan pembangunan

tapi kantor pos belum berubah

bank-bank dan gereja makin megah

di pojok Ronggowarsito

ada aturan baru

becak dilarang terus

(bis kota turah-turah penumpang!)

solo, desember 87

PAPAN INFORMASI SEBAGAI MEDIA INFORMASI PARTISIPATIF

Tulisan berikut sebenarnya adalah materi pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan untuk kecamatan Ngadirojo tahun 2011. Berangkat dari kebutuhan masyarakat akan adanya informasi yang transparan berkaitan pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan, semoga mampu menjadikan iklim dan budaya baru di tingkat desa, iklim dan budaya keterbukaan. Sehingga mampu mendorong terciptanya sistem pengawasan masyarakat terhadap proses pembangunan, tidak hanya pada PNPM Mandiri Perdesaan, melainkan juga program – program pemerintah yang berasal dari dana APBD maupun APBN.
LATAR BELAKANG
PNPM Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi: Bertumpu pada pembangunan manusia, Otonomi, Desentralisasi, Berorientasi pada masyarakat miskin, Partisipasi, Kesetaraan dan keadilan gender, Demokratis, Transparansi dan Akuntabel, Prioritas dan Keberlanjutan.
Secara khusus kita akan bahas prinsip – prinsip yang berkaitan dengan papan informasi sebagai media informasi partisipatif, yaitu:
a. Transparansi dan Akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif
b. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill
Sedangkan tugas dan tanggungjawab (tupoksi) KPMD/K, berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) antara lain adalah :
a. menyebarluaskan dan mensosialisasikan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat desa
b. mensosialisasikan sanksi dan keputusan lainnya yang telah ditetapkan dalam Musyawarah Antar Desa dan Musyawarah desa kepada masyarakat
c. mengefektifkan penggunaan papan informasi di desa dan dusun
SOSIALISASI MELALUI MEDIA INFORMASI
Selain melalui pertemuan-pertemuan langsung dengan masyarakat, pelaku PNPM Mandiri Perdesaan didorong untuk melakukan sosialisasi dan penyebaran informasi melalui media-media informasi lainnya. Dewasa ini, cukup banyak media informasi yang berkembang di masyarakat dan dapat digunakan sebagai media penyebarluasan informasi, baik media informasi tradisional maupun modern. Beberapa media informasi yang dapat digunakan adalah:
a. Media Visual
- Papan Informasi
Papan Informasi (PI) merupakan tempat untuk menempelkan informasi yang perlu diketahui masyarakat. Selain sebagai sarana informasi, PI juga merupakan sarana pembelajaran (edukasi) prinsip transparansi dan akuntabilitas bagi masyarakat dan pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di lokasi tersebut. Untuk itu, pelaku PNPM Mandiri Perdesaan harus memastikan keberadaan PI di setiap lokasi dan ketersediaan informasinya bagi masyarakat.
- Poster
Poster menjadi media yang dapat menarik perhatian, baik karena ukurannya yang relatif besar, layout gambar yang menarik, serta pesan yang disampaikan. Oleh sebab itu, konsultan/fasilitator didorong untuk menempel poster-poster PNPM Mandiri Perdesaan di tempat umum/di tempat terbuka/di keramaian, agar dapat dilihat oleh masyarakat umum. Poster-poster program juga harus selalu dipasang di kantor-kantor konsultan/fasilitator dan tempat-tempat musyawarah berlangsung.
- Spanduk
Spanduk menjadi salah satu alternatif media komunikasi yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan, memberitahukan sesuatu, meningkatkan penyadaran dan membangkitkan motivasi masyarakat. Misalnya untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan, meningkatkan kesadaran warga untuk turut menjaga/melestarikan hasil-hasil kegiatan, mengajak warga agar membayar pinjaman tepat waktu, dan lain-lain.
- Buletin
Selain sebagai media pembelajaran, buletin merupakan media yang efektif untuk berbagi pengalaman/ praktik terbaik (best practices) pelaksanaan program di lokasi. Oleh sebab itu, selain didorong untuk aktif menyampaikan informasi perkembangan kegiatan dan kisah menarik dari lokasi masing-masing untuk dimuat dalam buletin yang dibuat di tingkat nasional, perlu diupayakan pengadaan buletin lokal (warga) secara swadaya, yang disesuaikan dengan kebutuhan informasi masyarakat lokal.
- Surat Kabar
Selain sebagai media sosialisasi dan penyebaran informasi, media cetak (surat kabar, majalah, tabloid, buletin) atau media massa lain, dapat berfungsi sebagai kontrol pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Surat kabar merupakan media cetak yang tepat untuk sosialisasi PNPM Mandiri Perdesaan, karena akses masyarakat terhadap media ini cukup tinggi. Konsultan dan fasilitator diharapkan dapat mengupayakan penyebaran informasi kegiatan program melalui surat kabar.
- Situs Web/ Blog
Upaya meningkatkan pengenalan dan pemahaman program, pembelajaran transparansi dan akuntabilitas publik, salah satunya juga dapat dilakukan melalui situs web/blog. Konsultan dan fasilitator dapat berkreasi untuk menyampaikan informasi dengan membangun situs blog/web sederhana atau memanfaatkan situs-situs web yang telah ada. Konsultan dan fasilitator harus aktif mendukung ketersediaan informasi dan cerita untuk ditayangkan di situs resmi PNPM Mandiri Perdesaan.
b. Media Audio
Di beberapa lokasi, masyarakat lebih cepat menangkap informasi yang disampaikan melalui media audio seperti radio. Terdapat tiga jenis radio yang dapat dijadikan saluran sosialisasi dan penyebaran informasi program, yakni Radio Komunitas, Radio Publik/ Pemerintah, dan Radio Komersil/ Swasta.
Dari ketiga jenis radio tersebut, Radio Komunitas merupakan media audio yang paling memungkinkan digunakan di perdesaan, karena berada lebih dekat dengan komunitas dan berada dalam jangkauan frekuensi radio warga di perdesaan. Radio Publik dan Radio Komersil dapat menjadi salah satu saluran sosialisasi dan penyebaran informasi mulai di tingkat kecamatan sampai provinsi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, fasilitator, konsultan dan Tim koordinasi dapat berperan lebih aktif dalam menjalin kerja sama dengan stasiun radio yang berada di wilayahnya, untuk kepentingan sosialisasi dan menanamkan ”rasa memiliki” masyarakat terhadap program
c. Media Alternatif
Guna lebih mendekatkan PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat luas, maka konsultan di lapangan harus dapat memanfaatkan setiap forum-forum pertemuan (sekecil apapun) sebagai media untuk kepentingan sosialisasi dan penyebaran informasi.
- Pameran dan Bazaar
Konsultan dapat menjajaki kemungkinan untuk memanfaatkan sejumlah kegiatan yang digagas dan diselenggarakan Pemerintah Daerah atau pihak swasta sebagai media promosi program, seperti Pameran Pembangunan Tahunan di daerah, Pameran Teknologi Tepat Guna (TTG), pameran kerajinan dan sejumlah pameran yang menggelar potensi daerah lainnya.
Dalam pameran, selain informasi umum mengenai program, juga penting untuk menampilkan foto-foto kegiatan dan hasil yang diperoleh. Di lokasi dimana terdapat pengrajin penerima SPP atau kegiatan ekonomi, konsultan diharapkan memfasilitasi dan menampilkan hasil kerajinan mereka (bazaar) di ajang pameran tersebut, serta menyediakan katalog kelompok pengrajin yang berisi informasi kelompok, kegiatan kelompok dan hasil produksinya. Akan lebih menarik perhatian pengunjung bila dalam setiap pameran diadakan lomba/kuis dengan hadiah sederhana dan demo pembuatan beberapa produk yang diperagakan oleh sipembuat.
- Pentas Seni dan Budaya/ Pekan Olahraga dan Kesenian
Pentas seni-budaya dan Pekan Olahraga dan Kesenian (Porseni) juga dapat dimanfaatkan sebagai media sosialisasi. Salah satunya dengan menampilkan pelaku program yang memiliki kemampuan seni-budaya dalam konteks “Wakil PNPM Mandiri Perdesaan”, atau dengan menyelipkan hal-hal yang berkaitan dengan informasi program dalam kegiatan seni-budaya yang digelar oleh pihak lain.
- Perpustakaan
Dalam upaya menyosialisasikan dan menyebarkan informasi program, konsultan/fasilitator ddiharapkan dapat mendorong pengadaan perpustakaan sederhana atau tempat khusus, terutama di setiap kantor KM-Prov, Fas-Kab dan UPK, untuk menampilkan materi-materi cetakan, seperti:
- Laporan Bulanan Program, yang dibuat oleh konsultan/fasilitator
- Laporan Tahunan Program, yang diproduksi di tingkat nasional
- Map Paket Informasi Program, yang diproduksi di tingkat nasional
- Profil Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan per provinsi/per kabupaten/per kecamatan, tergantung tingkat wilayah
- Buletin-buletin Program, baik yang diproduksi oleh nasional maupun lokal
- Buku-buku yang diproduksi oleh program (buku PTO dengan Penjelasan dan Formulirnya, buku panduan teknis, petunjuk sederhana, cerita pengalaman terbaik/best practices, dll)
- Buku-buku lain produksi umum tetapi bermanfaat sebagai bahan rujukan
- Materi cetakan lainnya: leaflet/brosur/flipchart, poster, dll
Perpustakaan atau tempat khusus tersebut harus terlihat dan dapat menarik perhatian
PAPAN INFORMASI
Papan Informasi (PI) merupakan tempat untuk menempelkan informasi yang perlu diketahui masyarakat. Selain sebagai sarana informasi, PI juga merupakan sarana pembelajaran (edukasi) prinsip transparansi dan akuntabilitas bagi masyarakat dan pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di lokasi tersebut. Apabila dikelola secara partisipatif, artinya masyarakat tidak hanya memposisikan diri sebagai ‘penikmat’ atau konsumen dari PI, tetapi juga sekaligus sebagai partisipan dalam bentuk artikel maupun sumbang saran berkaitan dengan PNPM Mandiri Perdesaan maupun hal lainnya, maka Papan Informasi akan berfungsi sebagai media informasi partisipatif.
Melihat kegunaannya yang besar bagi masyarakat dan pelaku program, maka PI harus dikelola dan dipelihara dengan baik. Untuk itu, pelaku PNPM Mandiri Perdesaan harus memastikan keberadaan PI di setiap lokasi dan ketersediaan informasinya bagi masyarakat. Di tingkat desa dan dusun, peran ini diambil oleh KPMD/K.
Beberapa hal yang harus diperhatikan didalam pengelolaan PI antara lain adalah:
1) PI harus dibuat menarik perhatian dan membangkitkan rasa ingin tahu warga. Baik dari tata warna PI itu sendiri, maupun tata letak, dan ragam informasi yang disajikan.
2) Informasi yang disajikan dapat berupa informasi mengenai kegiatan yang sedang berlangsung di desa, perkembangannya, masalah yang timbul, dan informasi lain yang dianggap perlu diketahui warga, seperti undangan rapat di kelurahan, arisan, pengajian, lomba-lomba atau acara lain (bila ada), dan juga Buletin yang telah dibaca oleh pelaku PNPM Mandiri Perdesaan atau media cetak lain yang informasinya bermanfaat.
3) Informasi yang ditampilkan tidak harus diketik dengan mesin tik atau komputer, tetapi bisa juga ditulis tangan dengan rapi dan indah, atau berupa gambar-gambar menarik yang dapat mewakili informasi yang akan disampaikan.
4) Karena sifatnya untuk memberikan informasi (termasuk perkembangan tahapan dan jadwal-jadwal kegiatan), maka informasi di PI harus selalu diperbarui secara berkala (tabel 1), minimal sebulan sekali. PI tidak boleh dibiarkan kosong, apalagi rusak dan tidak terurus. Karena bila rusak atau tidak terurus, maka minat warga untuk mendapatkan informasi program melalui PI akan menurun, dan fasilitator dinilai telah mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi
5) PI dan informasi yang ditempel harus terlindung dari hujan dan terhindar dari kemungkinan dirusak/dirobek. Bentuk dan desain informasi diserahkan sepenuhnya kepada pengelola PI sesuai dengan kreasi masing-masing, asalkan menarik perhatian.
6) Lengkapi selalu PI dengan alamat untuk pengaduan, saran dan informasi program, yakni: SMS Pengaduan dan Informasi Pusat: 021-70417954, Nama dan Nomor Telepon Fasilitator Kecamatan dan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PjOK)
7) Untuk mengantisipasi warga yang kurang memiliki minat baca atau belum dapat membaca sama sekali, maka Fasilitator Kecamatan, PjOK dan pelaku lainnya, dapat sesekali mengajak warga untuk berkumpul di depan PI guna menjelaskan apa yang diinformasikan dalam PI tersebut.