Jumat, 09 Maret 2012

STRUKTUR KELEMBAGAAN UPK SUDAH BASI !!!


Banyak keluhan dari kawan-kawan UPK perihal beban kerja mereka yang semakin berat. Belum lagi jika mulai bicara soal masa depan UPK secara kelembagaan. Dampak yang muncul semakin nyata. Kinerja UPK menurun. Tunggakan perguliran semakin banyak. Peluang terjadinya penyalahgunaan dana semakin besar. Hal ini nampak pada sebagian besar UPK, terutama yang berumur 3 tahun keatas. Sehingga pada beberapa tahun terakhir, menjelang phase out, muncul pertanyaan besar dari banyak pelaku PNPM Mandiri Perdesaan; Quo Vadis UPK? Mau dibawa kemana UPK?

Berangkat dari pertanyaan diatas dan tanpa bermaksud menyalahkan pihak manapun, saya mencoba melihat dari sisi manajerial UPK dengan merunut kebelakang sejarah perkembangan UPK.

UPK lahir seiring dengan lahirnya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) pada tahun 1998. Saat itu ada tiga kecamatan di tiga kabupaten (termasuk Sukoharjo) yang menjadi pilot project-nya.UPK saat itu merupakan kepanjangan dari Unit Pengelola Keuangan. Desain awalnya adalah sebagai lembaga penyalur dana program. Dana yang disalurkan adalah dana Bantuan Langsung Masyarakat, salah satunya untuk Simpan Pinjam Kelompok, baik UEP maupun SPP.

Seiring dengan berjalannya waktu, berbeda dengan program lain sebelumnya, dana Simpan Pinjam ini ternyata bisa kembali dan terus bergulir. Perkembangan ini kemungkinan besar tidak diprediksi sebelumnya oleh perancang program. Sehingga tidak heran bila kemudian muncul lembaga - lembaga untuk menunjang kebutuhan UPK. BP (Badan Pengawas) UPK baru muncul sebagai jawaban perlunya pengawasan dari masyarakat terhadap kinerja UPK. BKAD muncul sebagai jawaban perlunya payung hukum terhadap pelaksanaan kegiatan ke-UPK-an. Tim Verifikasi Perguliran muncul sebagai jawaban perlunya lembaga independen (diluar UPK) untuk melakukan verifikasi pengajuan perguliran. Hal ini meyakinkan saya akan satu hal; kelembagaan UPK tidak by design.

Kini UPK menjadi Unit Pengelola Kegiatan. Dengan demikian UPK mampu lebih bergerak bebas dalam kegiatan perguliran dan pemberdayaan masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat ini telah diupayakan menjadi roh UPK sejak awal PPK tahun 1998. Meskipun kini oleh rezim SBY dirubah menjadi PNPM Mandiri Perdesaan, dibawah payung besar Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. (Penting untuk saya sampaikan disini agar tidak muncul lagi bias - bias politik dalam pelaksanaan program ini). Banyak kegiatan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh UPK secara mandiri (diluar keprograman) melalui dana operasional UPK maupun surplus setiap akhir tahunnya.

Kegiatan yang dilakukan oleh UPK semakin berkembang. Cakupan program semakin meluas. Rentang daya jangkau (aksesibilitas) pelayanan terhadap kelompok binaan semakin besar. Namun struktur organisasi/ kepengurusan UPK masih ajeg. Meskipun kini muncul lembaga pendukung UPK, mulai dari BKAD, BP UPK hingga Tim Verifikasi Perguliran dan Tim Penyehatan Pinjaman. Kepengurusan organisasi UPK itu sendiri masih sama dengan saat lahirnya UPK pada tahun 1998 (ketua, sekretaris dan bendahara). Padahal struktur organisasi ini muncul karena kebutuhan UPK sebagai penyalur dana, sebagai persayaratan bahwa perlu ada penanggungjawab/ wakil lembaga (ketua), perlu ada administrator (sekretaris) dan pengelola keuangan (bendahara). Penambahan pengurus (Staff UPK) juga belum menjawab tantangan yang dihadapi. Bahkan di beberapa UPK, staff UPK menjadi staff pemberdayaan. Menurut saya hal ini justru memisahkan (dan menjauhkan) roh pemberdayaan dari UPK. Ini yang saya sebut dengan paradoks UPK.

Petunjuk Teknis Operasional (PTO) memang mengatur sistem kelembagaan UPK. Perubahan telah berkali - kali dilakukan terhadap PTO. Perubahan ini tentunya menjawab perkembangan di lapangan. Namun PTO lupa bahwa tujuan dari program ini salah satunya adalah melembagakan pengelolaan dana bergulir dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dan salah satu hal yang menjadi ciri dari pemberdayaan masyarakat adalah proses. Demikian pula dengan perkembangan kelembagaan UPK yang telah banyak mengalami proses pendewasaan lembaga. PTO seharusnya mampu menjawab ini. Sehingga pertanyaan besar diatas (Mau Dibawa Kemana UPK?) perlahan akan terjawab.

Kembali melihat sejarah perkembangan kelembagaan UPK diatas, sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman dalam pergerakan ke-UPK-an kedepan. Pertama adalah bahwa UPK lahir tidak by design. Sehingga jangan terlalu banyak berharap kepada perancang program akan masa depan kelembagaan UPK. Kedua, perkembangan regulasi (PTO) adaptif terhadap kondisi praktikal di lapangan. Artinya bahwa perancang regulasi akan melihat perkembangan kelembagaan UPK sebagai dasar penyusunan regulasi (PTO). Dan ketiga, terbukti bahwa UPK (dan lembaga pendukung lainnya) mampu menunjukkan bahwa tanpa desain yang jelas pun, UPK mampu berdiri gagah ditengah-tengah keterpurukan lembaga bentukan program lainnya.

UPK Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Wonogiri lahir pada tahun 2008, seiring dengan masuknya PNPM Mandiri Perdesaan di Ngadirojo. Berjalan kurang lebih 3 tahun, UPK Ngadirojo merasakan hal yang sama. Cakupan kerja meluas, namun tidak diimbangi dengan pola manajemen kerja yang baik. Berdasarkan beberapa analisa diatas, muncul keberanian untuk melakukan terobosan baru. Diawali oleh diskusi non formal antar stakeholder, muncullah sebuah kesimpulan bahawa struktur kelembagaan UPK sudah basi. Kesimpulan ini kemudian menjadi dasar pijakan untuk melakukan perubahan struktur kelembagaan UPK di Ngadirojo.

Pada tanggal 1 Maret 2012, dilaksanakan rapat kerja UPK Ngadirojo. Diawali dari repotitioning UPK dengan cara mencari letak UPK diantara stakeholder-nya, baik aspek manfaat maupun aksesibilitas baik kemarin, kini atau nanti. Pembahasan ini dimaksudkan untuk mencari jati diri UPK di tengah-tengah stakeholder-nya, dengan mempertimbangkan aspek kesejarahan dan keprograman serta kondisi faktual di lapangan. Dari pembahasan tersebut muncul kesimpulan awal bahwa peran dan fungsi UPK adalah sebagai lembaga penyalur dana dan lembaga pemberdayaan masyarakat di tingkat kecamatan.

Selanjutnya berdasarkan peran dan fungsi UPK serta aspek manfaat maupun aksesibilitas terhadap stakeholder-nya, disusunlah SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kerja) UPK yang baru. Intinya adalah  penyusunan pola/ sistem manajerial kelembagaan. Atau bahasa sederhananya adalah pembagian wilayah kerja. Secara partisipatif hal ini dilakukan dengan cara mendata cakupan kerja UPK selama 1 tahun kemarin dan program kerja UPK setahun kedepan. Dari data tersebut kemudian mampu dipetakan secara bersama, poin - poin kerja mana yang bisa dijadikan dalam satu wilayah. Hasil dari pengelompokan wilayah kerja tersebut kemudian dibagi menjadi empat bagian untuk kemudian dirumuskan dalam SOTK baru.

Struktur Organisasi dan Tata Kerja yang baru membagi kepengurusan menjadi empat divisi. Divisi Perguliran, Divisi Program, Divisi Operasional Harian dan Divisi Peningkatan Sumber Daya Manusia. Masing - masing divisi memiliki wilayah kerja sesuai dengan penamaan divisinya. Divisi perguliran bertanggungjawab terhadap proses perguliran sesuai dengan SOP yang telah disepakati dalam MAD. Operasional Harian bertanggungjawab terhadap proses keluar masuknya uang dan surat menyurat, serta urusan ke-rumahtangga-an. Divisi Peningkatan Sumber Daya Manusia mempunyai cakupan wilayah kerja meliputi pelatihan kelompok masyarakat, penyaluran surplus, pendampingan kelompok dan jaringan kerja UPK dengan kelompok masyarakat sebagai target group-nya. Divisi Program mencakup urusan keprograman; antara lain pencairan dana program dan menunjang setiap tahapan dalam PNPM Mandiri Perdesaan yang berlangsung secara reguler. Ketua UPK menjadi Manager, yang berfungsi sebagai controller. Rapat mingguan menjadi sarana evaluasi pelaksanaannya.

Struktur lama tetap dipertahankan untuk mengakomodasi kepentingan pencairan dana. Untuk menyelaraskan dengan SK Bupati dan syarat administratif lainnya. SOTK yang baru adalah upaya manajerial secara internal. Pembagian divisi diharapkan mampu memaksimalkan kinerja UPK. Hal ini dimungkinkan karena setiap divisi mampu fokus terhadap cakupan wilayah kerjanya masing-masing, tanpa harus melunturkan roh pemberdayaan masyarakat.

Poin yang penting disini adalah bahwa UPK (dan lembaga pendukung lainnya) mampu menunjukkan bahwa tanpa desain yang jelas pun, UPK mampu berdiri gagah ditengah-tengah keterpurukan lembaga bentukan program lainnya. Kemandirian UPK berawal dari UPK itu sendiri. Menunggu regulasi baru yang mengatur kejelasan kelembagaan UPK tanpa merubah paradigma UPK dan melakukan pergerakan sama saja dengan menunggu godot. Sistem yang coba dibangun disini tentulah bukan sistem yang sempurna. Tetapi setidaknya sudah ada yang berani mencoba. Semoga bisa menjadi trigger. Sudah saatnya UPK bergerak mandiri, karena masa depan UPK ada ditangan UPK sendiri.


Catatan:
1. Kesejarahan UPK dan PNPM Mandiri Perdesaan didapatkan dari mantan faskab yang telah mengabdikan dirinya pada pemberdayaan masyarakat jauh sebelum ada PPK dan PNPM Mandiri Perdesaan, meski tidak ada penghargaan dari beberapa pihak terhadap pengabdian beliau.
2. UPK Kecamatan Ngadirojo mampu merumuskan secara mandiri dan partisipatif lebih dikarenakan komitmen dan kapabilitas yang luar biasa dari pengurusnya. Terimakasih untuk Bayu, Fitri, Yulia, Jalu dan Wiji.







3 komentar:

  1. Tulisan yg menarik dan sy sgt mendkung skali dgn adanya SOTK UPK tanpa mengabaikan PTO dan SOP UPK itu sendiri...
    Kehadiran UPK yg dilahirkan melalui Program PPK/PNPM Mandiri Perdesaan merupakan wujud pengelolaan kelembagaan yg berbasis masyarakat dgn target pendanaan perguliran kepada masyarakat terutama masyarakat yg tdk pny akses ke Lembaga Keuangan seperti BANK. Dengan smangat pemberdayaan masyarakat, UPK diharapkan menjadi Pilar bahkan Pondasi Kelembagaan ditingkat Kecamatan yg mampu menggerakkan ekonomi masyarakat terutama dlm peningkatan kesejahteraan Kaum Menengah Kebawah. Peran stakeholder ditingkat kecamatan sgt diharapkan utk mampu mengembangkan UPK dlm proses peningkatan kesejahteraan...sehingga kedepannya UPK mampu mandiri dan berperan dlm peningkatan ekonomi masyarakat terutama ekonomi masyarakat perdesaan.
    Salam Hangat dan Salam Persahabatan dari Pulau Sebatik Kab. Nunukan Kalimantan Timur.

    BalasHapus
  2. Bukankah kemandirian adalah sebuah proses? Dan sebuah proses harus dimulai dari kehendak untuk berdikari. Mari bergerak bersama, untuk Indonesia yang lebih baik.

    BalasHapus
  3. Pertamax buat UPK ngadirojo...
    UPK adalah merupakan jawaban dari pengentasan kemiskinan karena didasari oleh pola pemberdayaan. disatu sisi kehadiran UPK dimasyarakat menjadi sorotan karena UPK mengelola dana Milyaran bukan Jutaan lagi, sedangkan masyarakat terbiasa dengan IDT (Iki Duet Teko) dan BLT yang sifatnya sementara tp cukup banyak merubah karakter masyarakat. Begitu BLM PNPM masuk ke kecamatan, masyarakat baik RTM atau yg bukan RTM berharap bisa mengakses dana tersebut tanpa memperdulikan apa itu PTO. selama 4 tahun saya di UPK, sampe sekarang masih sulit buat saya untuk merubah karakter masyarakat, malah hampir tiap tahunnya kami selalu berbenturan dengan masyarakat, padahal UPK itu hadir untuk masyarakat.

    BalasHapus

Untuk saran bahkan cacian...