Sabtu, 20 Agustus 2011

UPK PNPM MP PARANGGUPITO - KENANGAN DARI PARANGGUPITO (1)



Sebagai konsekuensi dari pegawai kontrak, maka berakirnya tahun 2010 sekaligus merupakan akhir dari masa tugas saya di Kecamatan Paranggupito. Banyak hal telah terlewati, dengan kesan yang dalam bahkan hingga membekas dan takkan terlupa.
Dua tahun di Paranggupito (2009 -2010), saya mengalami masa kepemimpinan dua camat, dua sekcam, dua Faskab, dua PJOKab dan dua Bupati. (Untungnya istri masih tetap satu). Tentunya banyak hal yang berbeda di setiap pergantian kepemimpinan, terutama dalam hal gaya dan kebijakan, yang pada akhirnya banyak mempengaruhi dinamika pola kerja.
Selama dua tahun terjalin pergaulan dan pertemanan, baik dengan pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di tingkat kecamatan hingga tingkat desa maupun dengan tetangga seputar kos, langganan bensin dan rokok. Kondisi alam dan budaya, serta manusia yang mengisi ruang diantaranya telah menjadi sebuah paket sosial yang luar biasa bagi saya, yang akan saya tuangkan dalam beberapa tulisan ke depan.
Selama dua tahun saya berperan sebagai Fasilitator Kecamatan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kecamatan Paranggupito Kabupaten Wonogiri. Karena sekretariatnya berada satu kantor dengan Unit Pengelola Kegiatan (UPK), maka interaksi terintim tentunya terbangun dengan kawan – kawan pengurus UPK.
Bagi yang belum familier, Unit Pengelola Kegiatan adalah sebuah unit kerja yang mekanismenya berasaskan dari, oleh dan untuk masyarakat. UPK tersebar di kecamatan – kecamatan yang pernah mendapatkan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan atau PNPM Mandiri Perdesaan. Bisa dikatakan bahwa UPK lahir karena kecelakaan sejarah, tidak by design. Pada awal diluncurkan Program Pengembangan Kecamatan, UPK bukanlah Unit Pengelola Kegiatan, namun Unit Pengelola Keuangan, yang berfungsi sebagai lembaga channeling, penyalur dana BLM APBN maupun APBD kepada desa, untuk pembangunan sarana prasarana desa maupun Simpan Pinjam.
Pada perkembangannya, (mungkin) tidak diduga sebelumnya, ternyata dana Simpan Pinjam mengalami pengembalian yang signifikan dan terus bergulir. Meski tanpa agunan dan bunga yang rendah, dana simpan pinjam ini kemudian terus bergulir dan menjadi sangatlah besar. Hingga kini, aset yang dimiliki UPK Paranggupito saja sudah lebih dari 2 Milyar Rupiah dan akan terus berkembang untuk melayani kebutuhan keuangan masyarakat miskin perdesaan. (Bandingkan dengan program pemerintah yang bersifat simpan pinjam yang lain)
Seperti alam ini, meminjam terminologi jagad gedhe dan jagad cilik, kehidupan manusiapun berubah sesuai hukum dan kodrat alam. Beradaptasi, berdialektika dan berkembang. Demikian pula dengan apa yang terjadi di UPK. Seperti halnya sebuah organisme, UPK dan lingkungannya pun mulai bertumbuh dan berkembang. Kemudian muncul lembaga dan unit – unit baru untuk mendukung sistem perguliran dana yang ada. Badan Pengawas UPK (BP –UPK ) kemudian lahir sebagai tuntutan adanya fungsi kontrol terhadap pengelolaan dana bergulir. Disaat ada kebutuhan untuk sebuah payung hukum, maka muncul lembaga baru bernama Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), yang kemudian secara cerdas kemudian bergerak menjadi sebuah entitas baru di tingkat kecamatan. Proses verifikasi perguliran kemudian menggunakan Tim Verifikasi tersendiri yang dinilai lebih independen. Belum lagi lembaga – lembaga adhoc lainnya yang kemudian muncul sesuai kebutuhan yang ada. Dengan tetap berprinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, maka proses pemilihan pengurus lembaga dan unit baru tersebut benar – benar melibatkan masyarakat dan berasal dari masyarakat itu sendiri.
Hal inilah yang kemudian meyakinkan saya bahwa apa yang kini disebut sebagai sebuah sistem ke-UPK-an awalnya bukanlah sebuah hal yang by design, ready to use, tinggal pakai, tetapi melalui sebuah proses panjang. Proses panjang inilah yang pada akhirnya mematangkan para pelaku utamanya pengurus UPK dan masyarakat sebagai pemilik sah aset/ modal yang dikelola oleh UPK. Untuk itu, jangan mudah menyerah apabila dihadapkan pada sebuah perubahan. Selama kita yakini bahwa ini untuk kebaikan masyarakat miskin perdesaan, kenapa tidak?
Jangan lupa, aset yang dikelola kini sudah lebih dari 2 Milyar Rupiah. Kesalahan pengelolaan (baca: korupsi) hanya akan menjerumuskan pengurus UPK kedalam penjara. Sudah banyak contoh kasus penyelewengan dan penggelapan dana oleh pengurus UPK. Tentunya kita tidak ingin ini terjadi pada UPK kita. Demikian pula saya, tentunya saya tidak ingin ini terjadi pada UPK kecamatan dimana saya pernah bertugas melakukan pendampingan.
Dalam hal ini, meski manusia (pengurus UPK) menjadi subjek utama, tetapi yang hendak kita bangun bersama adalah sebuah sistem. Sistem yang akan kita bangun adalah sistem yang demokratis partisipatif, transparan dan akuntabel. Tidak ada sistem yang sempurna, maka dari itu perlu terus diupayakan perbaikan – perbaikan. Menjebol dan membangun, kata Bung Karno. Lembaga dan unit yang telah ada perlu lebih dimaksimalkan. Peran masyarakat (rakyat) terhadap proses perguliran dan pengelolaan dana di UPK harus terus diupayakan dan diperkuat. Sekali lagi, masyarakat (rakyat) adalah pemilik sah aset/ modal yang dikelola oleh UPK. Jangan sampai hanya dinikmati oleh segelintir elit desa (oligarki desa) atau bahkan elit di tingkat kecamatan. Rakyat berhak atas pembangunan.
Akhir kata, banyak yang telah kami lalui bersama kawan-kawan UPK di Kecamatan Paranggupito. Kecamatan terselatan dari kabupaten Wonogiri. Masih banyak hal yang terus diperbaiki. Kita harus yakin bahwa sejarah tak akan pernah berhenti. Seperti spons, banyak hal yang terserap dan banyak hal yang tertinggal. Setidaknya ada yang bisa diceritakan untuk dibanggakan. Selalu percaya akan adanya harapan untuk Indonesia yang lebih baik. Maju terus UPK Paranggupito!!
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk saran bahkan cacian...