Rabu, 24 Agustus 2011

SOLO DALAM SAJAK WIJI THUKUL




Saat masih mahasiswa, dimana suasana gerakan menggelora dan sastra menjadi bumbunya, saya pernah punya buku kumpulan sajak Wiji Thukul berjudul ‘Aku Ingin Jadi Peluru’. Dan karena sifat sosial saya yang berlebihan (halah..) dalam proses pinjam meminjam, kini buku tersebut hilang entah kemana.

Wiji Thukul menjadi inspirasi bagi saya. Bukunya (dulu) sering saya bawa kemana-mana. Baik diskusi dengan kawan gerakan, beli makan, bahkan saat pacaran. Tidak lain karena Wiji berasal dari Solo - kota dimana saya dibesarkan – dan seorang penyeru, aktivis gerakan. Hilang pula. Lengkaplah sudah.

Melalui metode copas, berikut beberapa sajak Wiji yang berbau ‘Solo’.


Jalan Slamet Riyadi Solo

dulu kanan dan kiri jalan ini

pohon-pohon asam besar melulu

saban lebaran dengan teman sekampung

jalan berombongan

ke taman sriwedari nonton gajah

banyak yang berubah kini

ada holland bakery

ada diskotik ada taksi

gajahnya juga sudah dipindah

loteng-loteng arsitektur cina

kepangkas jadi gedung tegak lurus

hanya kereta api itu

masih hitam legam

dan terus mengerang

memberi peringatan pak-pak becak

yang nekat potong jalan

"hei hati hati

cepat menepi ada polisi

banmu digembos lagi nanti!"

solo, mei-juni 1991


Pasar Malam Sriwedari

beli karcis di loket

pengemis tua muda anak-anak

mengulurkan tangan

masuk arena corong-corong berteriak

udara terang benderang tapi sesak

di stand perusahaan rokok besar

perempuan montok menawarkan dagangannya

di stand jamu tradisionil

kere-kere di depan video berjongkok

nonton silat mandarin

di dalam gedung wayang wong

penonton lima belas orang

ada pedagang kaki lima

yang liar tak berizin

setiap saat bisa diusir keamanan.

solo, 28 mei 86


Sajak Kota

kota macam apa yang kita bangun

mimpi siapa yang ditanam

di benak rakyat

siapa yang merencanakan

lampu-lampu menyibak

jalan raya dilicinkan

di aspal oleh uang rakyat

motor-motor mulus meluncur

merek-merek iklan

di atap gedung

menyala

berjejer-jejer

toko roti

toko sepatu

berjejer-jejer

salon-salon kecantikan

siapa merencanakan nasib rakyat?

Pemandangan

aku pangling betul

pada ini jalan jendral Sudirman

balaikota makin berubah

sampai Slamet Riyadi-Gladag

reklame rokok berkibar-kibar

spanduk show band

pameran rumah murah

(tapi harganya jutaan!)

kehingaran jalan raya

menyolok mata

Jendral Sudirman

dihiasi slogan-slogan pembangunan

tapi kantor pos belum berubah

bank-bank dan gereja makin megah

di pojok Ronggowarsito

ada aturan baru

becak dilarang terus

(bis kota turah-turah penumpang!)

solo, desember 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk saran bahkan cacian...