Selasa, 03 Januari 2012

Sedikit dari Seminar Pembangunan

Penegakan regulasi berkaitan perencanaan pembangunan desa sejatinya adalah upaya mengembalikan hak-hak rakyat atas pembangunan, yang selama ini terkebiri oleh kepentingan oligarkhi di tingkat daerah (Elit desa, SKPD dan DPRD). Seminar ini baru awal dari langkah panjang demi terwujudnya hak-hak rakyat atas pembangunan. 
Berikut kutipan beritanya dari solopos.com
Semoga bermanfaat.
__________________________________________________________________________
Solopos, Selasa 29/11/2011

PENGAMBIL KEBIJAKAN DI DESA SERING TAK KONSISTEN, PEMBANGUNAN JADI KORBAN



Jajaran pemerintahan desa selama ini kebanyakan tidak konsisten dan memegang komitmen sehingga proses pembangunan di wilayah tersebut tidak terukur. Prioritas program yang telah dirembuk oleh warga melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), akhirnya kalah dengan aspirasi melalui SMS ke ponsel anggota DPRD. Akibatnya pemeo siapa dekat dengan anggota Dewan maka akan memperoleh proyek pembangunan sudah menjadi kewajaran.

Pernyataan itu mengemuka dalam acara seminar pembangunan yang digagas PNPM Mandiri Perdesaan Ngadirojo di Balaidesa Kerjo Lor, Ngadirojo, Selasa (29/11/2011). Pembicara pada kegiatan itu di antaranya Drs Sigit Purwanto, MPd, Kabid Penanggulangan Kemiskinan Bapermas Wonogiri; Ketua Komisi D DPRD Wonogiri, Martanto SH dan Heru Utomo SH; Kasubbid Bina Program dan Monev Bappeda Wonogiri dan Fasilitator Integrasi, Wonogiri, Loegtyatmadji Tjahjo N ST MSi.
“Selama ini, prioritas program tidak terdokumentasi secara tertib. Alhasil, pembangunan di desa tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat,” ujar Martanto. Menurut warga Jatiroto yang telah tiga periode menjadi anggota DPRD Wonogiri, salah satu faktor ketidaksesuaikan program pembangunan tersebut adalah tidak konsisten dan komitmennya pengambil kebijakan. 
Dia menilai, dominasi elite desa lebih menonjol daripada aspirasi masyarakat. “Ego pribadi muncul saat kepala desa atau elit desa menyerahkan proposal kepada anggota Dewan. Kami sering menjumpai proposal dari elite desa tidak sesuai dengan dokumen Musrenbangdesa/kelurahan. Jika hal itu terjadi, siapa yang disalahkan,” katanya. Anggota FPDIP itu berharap, dokumen tertulis Musrenbangdes/kelurahan lebih tertib. “Yang utama adalah komitmen dan konsistensi pengambil kebijakan. Kami sebagai anggota Dewan akan berpikir secara politis namun jika ajuan sesuai dokumen tertulis maka tidak bisa direkayasa.”
Pembicara lain, Heru Utomo menyatakan, Musrenbang dari tingkat desa hingga kabupaten diharapkan bukan menjadi kegiatan rutinitas yang tak bermakna. Namun menjadi sarana menyatukan visi dan misi pembangunan suatu daerah. “Jangan ada lagi pomeo datang (Musrenbang) malas, pulang menangis namun diubah menjadi datang senyum pulang gembira. Caranya sesuaikan program pembangunan dengan keuangan yang ada. Buatlah prioritas program sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.”
Pembicara dari Bappeda Wonogiri itu mengatakan, APBD 2012 Wonogiri senilai Rp 1,5 triliun karena ada kenaikan DAU senilai Rp 146 miliar. “Dari besaran anggaran itu, senilai Rp 800 miliar untuk belanja pegawai. Jadi proposal hasil Musrenbangdes/kel hendaknya tidak hanya copy paste namun disesuaikan dan dikirim ke Bappeda dan SKPD terkait.”

Sementara itu, Fasilitator Integrasi, Wonogiri, Loegtyatmadji Tjahjo N, ST, MSi mengibaratkan, kegagalan pembangunan di tingkat desa karena tidak adanya tujuan. “Harus ada tujuan agar pembangunan bisa dilaksanakan,” tegasnya.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk saran bahkan cacian...